AYOCIREBON.COM- Tradisi Seren Taun di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat kembali digelar tahun ini.
Dengan puncak peringatan yang jatuh pada Selasa, 11 Juli 2023, Seren Taun 22 Rayagung 1956 Saka Sunda kali ini mengambil tema Merawat Pusaka Budaya Nusantara.
Naskah atau manuskrip kuno menjadi salah satu warisan budaya yang ditampilkan dalam Seren Taun 2023, yang tetap dipusatkan di area Paseban Tri Panca Tunggal di Desa Cigugur.
Girang Pangaping Adat Akur Sunda Wiwitan lainnya, Djuwita Djatikusumah Putri menyebut, selain manuskrip kuno milik masyarakat Akur Sunda Wiwitan, pada Seren Taun 2023 ditampilkan pula manuskrip dari daerah lain.
"Ada seratan naskah kuno dari Sunda Wiwitan, Kalimantantan Timur, Sulawesi Selatan, masyarakat adat Osing (Banyuwangi), dan Indramayu Losarang dipamerkan maupun ditembangkan," katanya kepada Ayocirebon.
Menampilkan manuskrip kuno dipandang penting sebagai upaya pelestarian budaya bangsa, yang belum tentu dimiliki bangsa lain.

Menurutnya, manuskrip-manuskrip yang ditampilkan berisi tuntunan, nilai, dan pandangan leluhur yang bisa menuntun generasi kini dan masa depan menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan suatu bangsa.
"Manuskrip ini juga menuntun kita dalam berkeyaninan kepada Sang Pencipta, juga bagaimana hubungan manusia dengan alam semesta. Ini harus disosilisasikan agar tak jadi asing, usang, dan kemudian hilang," tuturnya.
Dewi Kanti, mewakili tokoh dan pejuang Akur Sunda Wiwitan menjelaskan, Emmy Ratna Gumilang Damiasih telah dengan ulet mentranskrip manuskrip kuno Pangeran Madrais yang menjadi pedoman hidup masyarakat Akur Sunda Wiwitan yang dikenal merawat alam dan meninggikan martabat kemanusiaan.
"Dari 100.000-an halaman manuskrip Pangeran Madrais, Ratu Amy (Emmy Ratna Gumilang Damiasih) telah mentranskrip 75.000 halaman," beber Dewi Kanti.
Sementara, Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Oman Fathurrahman, M. Hum, menegaskan, merawat keberagaman adalah amanat bangsa yang harus dijaga bersama, termasuk dengan merekam manuskrip yang jumlahnya puluhan ribu di Indonesia, yang sebagiannya sudah ada sebelum Islam datang, pra-Islam (abad ke-15 sampai 16).