LIPSUS : Mencari Kesetaraan Perempuan Difabel Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten Cirebon

- Rabu, 27 April 2022 | 17:38 WIB
Salah satu keluarga perempuan difabel korban kekerasan seksual di Kabupaten Cirebon menunjukkan bukti pelaporan ke Polresta Cirebon atas kasus yang menimpa anggota keluarganya. (Ayocirebon.com/Ayu Lestari)
Salah satu keluarga perempuan difabel korban kekerasan seksual di Kabupaten Cirebon menunjukkan bukti pelaporan ke Polresta Cirebon atas kasus yang menimpa anggota keluarganya. (Ayocirebon.com/Ayu Lestari)

*Liputan / produksi ini menjadi bagian dari program training dan hibah Story Grant : Mengembangkan Ruang Aman Keberagaman di Media oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang terlaksana atas dukungan International Media Support (IMS).

AYOCIREBON.COM- Kesetaraan sosial dibutuhkan komunitas difabel, terutama perempuan difabel korban kekerasan seksual.

Dua korban kekerasan seksual di Kabupaten Cirebon, Putri (20) dan Meta (21), sebut saja demikian, terlahir difabel.

Putri merupakan perempuan difabel intelektual dan Meta adalah perempuan difabel mental.

Bukannya mendapat dukungan agar berkembang secara mandiri, bebas bersosialisasi, pendidikan layak, dan dihargai keberadaannya, mereka justru menjadi yang paling rentan menerima kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Putri lebih dulu menceritakan peristiwa kekerasan seksual dari seorang pria lanjut usia, sebut saja Warno (65), yang merupakan tetangganya.

Kejadian pilu itu ia kisahkan pada sang kakak, Ambar (26). Rumah Putri dan Ambar hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah Warno.

Rupanya, Warno sering memperhatikan Putri. Saat lengah dari pengawasan keluarga, Putri dibujuk Warno ke rumahnya.

Setidaknya 4 kali Warno berusaha membujuk Putri ke rumahnya dengan iming - iming uang jajan. Dengan kondisinya, tidak ada penolakan dari Putri.

Namun suatu kali, Ambar merasakan sesuatu yang berbeda dari diri Putri. Ia merasa Putri menyembunyikan luka, yang ia amati dari raut muka serta sifatnya yang mendadak pendiam.

"Selama 3 hari dia (Putri) diem saja, diajak duduk di teras lihat - lihat (situasi) jalan aja dia nolak, jadi pendiam, murung, dan sering nolak kalau diajak keluar rumah, sampai nggak mau sekolah seminggu," beber Ambar kepada Ayo Cirebon saat bertemu di Kantor Women Crisis Center Mawar Balqis (WCC Mawar Balqis) di Desa Arjawinangun, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Kecurigaan Ambar atas sesuatu yang tak menyenangkan telah menimpa Putri ternyata benar, ketika gadis itu menceritakan kejadian yang membuatnya murung hingga menarik diri dari hiruk pikuk dunia luar.

Baca Juga: Bukan Sekedar Kerling Biduan Tarling

Mendengar cerita Putri, Ambar marah bukan main. Dia menunggu Ayahnya pulang dan menceritakan kembali hal yang tidak mengenakkan itu.

Halaman:

Editor: Erika Lia

Tags

Artikel Terkait

Terkini