JAKARTA, AYOCIREBON.COM -- Reputasi Indonesia dalam urusan pemberantasan korupsi semakin turun di mata dunia. Hal ini berdasarkan skor indeks persepsi korupsi yang dilaporkan terus turun sejak revisi UU KPK pada 2019.
Padahal skor indeks persepsi korupsi Indonesia secara konsisten terus mengalami peningkatan sejak tahun 2001. Skor Indonesia pernah turun 1 poin, dari skor 24 pada tahun 2006 menjadi 23 pada tahun 2007. Selebihnya, skor Indonesia mengalami peningkatan sebelum akhirnya "terjegal" revisi UU KPK.
Lebih detailnya, sejak revisi tersebut, skor Indonesia turun signifikan dari 40 pada tahun 2019 menjadi 37 pada tahun 2020. Pada tahun 2019 Indonesia berada di peringkat 85, dan penurunan skor diikuti dengan merosotnya peringkat pada posisi 102 dari total 180 negara yang diukur.
Revisi UU KPK kemudian diikuti dengan alih status pegawai KPK menjadi ASN. Tetapi dalam asesmen dimasukkan materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kontroversial.
Belakangan terungkap dari liputan investigasi media, TWK dimasukkan oleh pimpinan KPK meskipun UU tidak mengaturnya. Pada akhirnya, TWK justru digunakan oleh pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai berdasarkan alasan yang subjektif dan tidak transparan.
“Proses TWK yang berujung dengan pemecatan 51 karyawan KPK ini kembali menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi tidak menjadi prioritas dan bahkan diabaikan oleh pemerintah Presiden Joko Widodo,” kata Sekretaris Jendral Transparency International Indonesia Danang Widoyoko, dalam siaran Amnesty Indonesia, Selasa, 8 Juni 2021.
AYO BACA: Pegawai KPK tak Lolos TWK Beri Sanjungan Pahit pada Firli Bahuri
"Pelemahan KPK" bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk memastikan independensi dan efektivitas lembaga antikorupsi, seperti yang disyaratkan oleh Konvensi PBB Menentang Korupsi (UNCAC) dan Prinsip-prinsip Jakarta untuk Lembaga Antikorupsi.
Selain itu, selama Sidang Khusus Majelis Umum PBB Menentang Korupsi (UNGASS) pemerintah Indonesia menandatangani deklarasi politik yang mengikat negara-negara untuk memungkinkan badan-badan antikorupsi menjalankan fungsi pengawasan mereka secara efektif dan bebas, tanpa pengaruh yang tidak semestinya.
“Pemberhentian 51 staf KPK yang punya kinerja mumpuni, integritas baik dan pengalaman panjang ini, akan secara signifikan melemahkan KPK. Dalam konteks perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan Indonesia, terdapat potensi serius peningkatan praktik korupsi di sektor lingkungan dan manajemen sumber daya alam. Meningkatnya praktik korupsi ini akan memperparah tingkat kerusakan lingkungan yang selama ini sudah kita alami,” kata Direktur Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.
AYO BACA: Tok! 51 Pegawai KPK Diberhentikan per 1 November 2021
Para pimpinan KPK sebelum yang saat ini dianggap mempunyai komitmen cukup kuat untuk mencegah dan menindak praktik-praktik korupsi lingkungan dan sumber daya alam, termasuk juga korupsi yang melibatkan pelaku-pelaku investasi pembangkit listrik tenaga batubara yang kotor.
Di samping itu, para staf KPK yang penuh integritas dan akan dipecat ini adalah pelaku-pelaku langsung dari perang terhadap korupsi pada sektor lingkungan, sumber daya alam dan energi tersebut. Leonard menilai, tidak mungkin dinafikan kemungkinan adanya skenario besar di balik rencana pemecatan 51 orang staf KPK ini, untuk juga memuluskan praktik-praktik korupsi yang merusak lingkungan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, pemecatan 51 pegawai KPK yang dianggap tidak lolos TWK tidak hanya melanggar hak-hak pegawai KPK tersebut namun juga mengancam hak-hak seluruh masyarakat di Indonesia