Gelar “haji” yang diperoleh sepulang nanti juga kian menambah citra kesalehan dan kehormatan diri. Dengan demikian status sosial pun meningkat dari “biasa-biasa” saja menjadi “luar biasa”.
Penyakit hati yang mengiringi kondisi ini biasanya adalah sombong, ujub, dan merasa “lebih” dari orang lain.
Godaan jenis ini adalah yang paling sering menjangkiti jamaah haji atau siapa pun yang berkeinginan berangkat haji.
Gejala ini biasanya tampak ketika sepulang haji seseorang banyak berubah pada tataran penampilan ketimbang perilaku.
Kedua, haji sebagai wahana jalan-jalan dan bersenang-senang. Bagi orang yang belum ke Makkah dan Madinah—apalagi belum pernah ke luar negeri mana pun—haji bisa jadi merupakan kemewahan tersendiri.
Gambaran suasana Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Ka’bah, padang Arafah, atau bukit-bukit di tanah Arab yang biasanya hanya terpampang dalam foto dan media elektronik, akhirnya dialami secara nyata.
Dalam suasana psikologis demikian, tak jarang haji adalah sekaligus momentum berbelanja, selfie (swafoto), dan berkunjung ke tempat-tempat menarik. Penyakit haji yang biasanya menyertai adalah pamer, boros (mubazir), dan semacamnya.
Imam al-Ghazali dalam Al-Adab fid Dîn berpesan bahwa saat seseorang sampai di kota Makkah seyogianya menerapkan etika-etika yang patut, semisal memasuki Masjidil Haram dengan penuh rasa takzim, menyaksikan Ka’bah sembari takbir dan tahlil, dan lain sebagainya.
Intinya, adab yang penting ditonjolkan adalah sikap rendah hati, sopan, tulus, dan penuh dengan gerak-gerik yang mengagungkan Allah.
Hadirin yang Berbahagia, keliru menata niat akan berakibat pada kerugian yang besar, mengingat pengorbanan yang dicurahkan untuk ibadah haji juga besar.
Bukankah sia-sia belaka membangun istana megah di atas fondasi yang rusak?
Secara fiqih ibadah haji mungkin sah, tapi secara hakiki bisa jadi keropos baik sejak sebelum berangkat haji, saat berhaji, bahkan setelah berhaji. Ini adalah tantangan yang amat sulit karena memang berurusan dengan persoalan hati.
Apa yang terbesit di benak dan hati seseorang ketika dirinya berkeinginan naik haji? Sudah tuluskah karena ingin menghamba dan mencapai ridha Allah? Atau masih tercampur dengan noda-noda duniawi yang dapat merusak kualitas haji?
Bagi yang baru pada level ingin berangkat haji, ikhtiar mesti dimulai dari perjuangan menata niat, sembari mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan lain yang senantiasa dilumuri dengan doa kepada-Nya.
emoga kita termasuk orang-orang yang diberi kesempatan berkunjung ke Baitullah dan berziarah ke makam Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Artikel Terkait
Naskah Khutbah Jumat Bahasa Sunda PDF 2023: Cara Jadi Jalma nu Sampurna
Naskah Khutbah Jumat Bahasa Jawa PDF 2023: Kanthi Niat, Sedaya Obah Kita Dados Ibadah
Naskah Khutbah Jumat Singkat PDF Terbaru 2023: Berbagi Kegembiraan Kunci Kebahagiaan Akhirat
Naskah Khutbah Jumat Bahasa Sunda Terbaru 2023: Balesan Keur Jalma Nu Milampah Dzolim
Materi Khutbah Jumat 2023 PDF: Memperbanyak Kebaikan di Akhir Bulan Syawal
Naskah Khutbah Jumat PDF 26 Mei 2023 Tentang Pertanggungjawaban Hari Kiamat
Materi Khutbah Jumat Singkat PDF Terbaru: Cara Istiqomah dalam Kebaikan
Naskah Khutbah Jumat Singkat PDF Terbaru: Sucikan Hati Pergi Haji ke Tanah Suci
Naskah Khutbah Jumat Singkat Padat Terbaru: Cara Seorang Muslim Berperilaku di Media Sosial
Khutbah Jumat PDF Bahasa Sunda: Jaga Diri Tina Opat Kaharaman Ciri Muslim nu Taat