Bagaimana Hukum Childfree dalam Islam Seperti yang Dipilih Oleh Gitasav, Apakah Haram? Ini Penjelasannya

- Rabu, 8 Februari 2023 | 11:33 WIB
Ilustrasi jari bayi - Hukum childfree dalam Islam (Pixabay/kelin)
Ilustrasi jari bayi - Hukum childfree dalam Islam (Pixabay/kelin)

 

AYOCIREBON.CON - Influencer sekaligus YouTube Gita Savitri atau yang akrab disapa dengan Gitasav kembali menjadi perbincangan hangat media sosial.

Gitasav diperbincangkan terkait dengan pilihannya untuk childfree.

Beberapa waktu lalu Gitasav menghebohkan publik karena menyatakan bahwa dirinya tidak ingin memiliki anak atau childfree.

Kali ini Gitasav mengatakan bahwa pilihannya untuk childfree membuat dirinya semakin awet muda.

Sontak pernyataan Gitasav tersebut menuai berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Baca Juga: Gempa Bumi M 3,5 Guncang Lombok Utara pada Pagi Ini, Tak Berpotensi Tsunami

Lalu bagaimana sebearnya hukum childfree dalam Islam? Apakah bisa menimbulkan dosa?

Childfree sendiri berarti seseorang yang tidak mau memiliki anak. Bisa juga diartikan ingin hidup di tempat dan situasi yang tidak ada anak-anaknya. Childfree merupakan salah satu gaya hidup yang biasanya jadi pilihan karena berbagai sebab, salah satunya karena sebab ekonomi.

Akan tetapi, sekali lagi, bagaimana hukum childfree dalam Islam? Mengingat mayoritas orang Indonesia adalah muslim. Mungkinkah Islam mengijinkan kita untuk childfree?

Dikutip dari islam.nu.or.id, penolakan terhadap kehadiran anak dalam sebuah hubungan rumah tangga dimulai dari kesepakatan di antara pasangan ini bisa dikaji dalam kajian fiqih.

Dalam kajian fiqih, childfree bisa disamakan dengan menolak wujud anak yakni sebelum sperma berada di rahim wanita. Hal itu bisa terjadi dengan cara:

1. Tidak menikah
2. Tidak bersetubuh
3. Tidak inzal atau tidak menumpahkan sperma di dalam rahim

Dengan cara menumpahkan sperma di luar vagina.
Keempat hal tersebut substansinya sama dengan konsep childfree, yakni sama-sama menolak wujud anak. Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Al-Ghzali menjelaskan:

“Saya berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan makna makruh tahrîm atau makrûh tanzîh, sebab untuk menetapkan larangan terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyâs pada nash, padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyâs yang dapat dijadikan dalil memakruhkan ‘azl.

Halaman:

Editor: Lita Andari Susanti

Sumber: Suara.com

Tags

Artikel Terkait

Terkini