CIWARINGIN, AYOCIREBON.COM -- Dengan menggandeng kalangan santri, sebanyak 17 organisasi aktivis perempuan se-Jawa Barat mendukung pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), pada Selasa (5/2/2019). Dukungan itu dideklarasikan di Pesantren Kebon Jambu Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon.
Para aktivis menduga, isi draft RUU PKS banyak yang telah dipelintir, sehingga timbul ketidakpahaman di tengah masyarakat. Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Barat, Darwini, mengungkapkan, ada agenda partai Islam berhaluan keras yang menolak RUU ini.
"Terjadi disinformasi, bahkan draft yang diplintir dan diubah kalimat pasal-pasalnya oleh sebagian kelompok yang tak paham secara komprehensif dan belum membaca keseluruhan draf revisi RUU PKS," ujar Darwini.
Menurutnya, basis RUU PKS adalah suara para korban kekerasan seksual. Rancangan aturan itu sendiri secara mendasar bertujuan menguatkan harkat dan martabat manusia.
"Terutama dalam hal ini sesuai nilai-nilai dalam Islam, yaitu memuliakan perempuan," tegasnya.
Dia menyebutkan, Komnas Perempuan telah menyatakan Indonesia Darurat Kekerasan Seksual pada 2014. Komnas Perempuan sendiri mencatat, pada 2017 jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan meningkat 74 persen atau menjadi 348.446 kasus dari 259.150 kasus pada 2016.
Sayangnya, pembahasan RUU PKS terkesan jalan di tempat sejak akhir 2018. Aktivis perempuan bersama sejumlah akademisi dan ulama pun mendesak Komisi VIII DPR RI.
"Ini bisa jadi celah penggembosan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari kelompok Islam radikal," tutur Darwini.
Menurut dia, minimnya literasi media dan pendidikan publik bagi masyarakat untuk dapat membaca naskah RUU dan naskah akademis secara utuh, menyebabkan pergolakan di tengah masyarakat. Kondisi itu juga bahkan menngakibatkan ketakutan di tengah Komisi VIII itu sendiri.
Selain di Cirebon, KPI dan aktivis perempuan lain pun berencana menggelar countering narration terhadap upaya penolakan RUU PKS dari daerah ke daerah di Jawa Barat.