INDRAMAYU, AYOCIREBON.COM- Ledakan kilang minyak Pertamina RU VI Balongan, Kabupaten Indramayu, pada 29 Maret 2021, menyebabkan seorang perempuan hamil mengalami pendarahan.
Mutia (21), warga RT 04/02 Blok Balongan 2, Desa/Kecamatan Balongan, nyaris tak bisa beraktivitas. Pendarahan yang dialaminya sejak ledakan kilang minyak telah menghambat keseharian ibu beranak 1 itu.
Mutia mengingat, sebelum insiden tersebut, tiada masalah pada kehamilan calon anak keduanya. Namun, setidaknya pasca ledakan, ia mengalami pendarahan.
"Waktu ledakan saya sedang tidur dan terkejut begitu mendengar bunyi keras, sampai badan saya keangkat dari tempat tidur," beber Mutia.
Ia pun segera ke luar rumah bersama sang suami, Jaelani (25) dan anak pertamanya, Mega Meilani (3). Keterkejutannya menjadi kala mendapati api membumbung di depan matanya.
Pemandangan itu saat langit malam menyala terang masih tertanam dalam benak Mutia. Pun dengan ketakutan dan kecemasan yang ditimbulkan saat melihatnya.
Ia dan keluarga kecilnya lantas berusaha menyelamatkan diri ke rumah mertua. Esok hari, Mutia kaget saat menemukan dirinya mengalami pendarahan.
Dengan pertimbangan situasi yang belum kondusif, ia pun menunda pemeriksaan kandungannya. Sekitar 2 hari berikutnya, ia mengetahui adanya pengobatan gratis di balai desa setempat.
"Saya berharap bisa ditangani, diberi tahu sebabnya dan diobati," ujar Mutia.
Namun, ia kecewa saat mengetahui petugas medis justru menolak dengan alasan keluhannya bukanlah batuk pilek maupun sesak napas. Petugas medis mengarahkannya ke dokter kandungan.
Bukan saja penolakan yang mengecewakan Mutia. Sikap petugas medis yang menerimanya saat itu terhitung kurang santun, ditambah kata-katanya yang seakan menggarami luka Mutia.
"Petugasnya bilang, itu mah risiko sendiri. Ngomongnya sambil ngeliatin HP (ponsel) terus," sesalnya.
Mutia pun akhirnya mendatangi bidan di Desa Singaraja dan mengetahui kondisi bayinya lemah. Dengan uang sekitar Rp500.000, Mutia membeli obat yang disodorkan bidan.
Mutia kini tergantung pada obat yang harus diminumnya 2 kali/hari itu. Tanpa obat tersebut, perutnya terasa sangat sakit hingga mengeluarkan kembali darah.
Uang yang harus dikeluarkan untuk obat itu sayangnya tidaklah murah bagi Mutia. Untuk 2 kali minum dalam sehari, ia membutuhkan setidaknya Rp30.000.
Sang suami, Jaelani, merupakan seorang buruh serabutan yang kini tengah menganggur. Beratnya kondisi finansial keluarga itu membuat Mutia terpaksa berutang pada kerabatnya.
Sayang, sepekan terakhir ini, Mutia mengaku tiada lagi uang. Selama itu, ia pun kembali mengalami pendarahan sebab tak ada obat.
"Saya malu kalau mau ngutang lagi," cetusnya.
Pihak Pertamina sendiri, lanjutnya, pernah datang menjenguk. Mereka menjanjikan akan mendatangkan petugas kesehatan untuk memeriksa kandungan Mutia.
Pada lain kesempatan, Mutia didatangi bidan desa. Ia pun disarankan memeriksakan diri ke rumah sakit menggunakan fasilitas kartu KIS.
Sayangnya, pendarahan yang dialami Mutia dirasa tak memungkinkan untuk mengurus kartu KIS sebab dirinya tak bisa bertahan lama bila harus bepergian. Karenanya, Mutia pasrah dan harus menahan rasa sakit lebih lama.
"Saya tidak kuat pergi kemana-mana, ya sudah pasrah saja," katanya.
Ia pun berharap Pertamina kembali menaruh atensi pada kondisinya dan memberinya penanganan medis demi keselamatan sang buah hati.