Pekerja Seks Perempuan di Tengah Ramadan, Syahwat Pria, dan Keluarga

- Jumat, 30 April 2021 | 22:19 WIB
Ramadan menjadi waktu bagi para PSP di Cirebon lebih rapat 'menyembunyikan diri'. Penghormatan atas bulan suci kerap dijadikan tameng untuk menekan laju bisnis esek-esek. (Ayocirebon.com)
Ramadan menjadi waktu bagi para PSP di Cirebon lebih rapat 'menyembunyikan diri'. Penghormatan atas bulan suci kerap dijadikan tameng untuk menekan laju bisnis esek-esek. (Ayocirebon.com)

KEDAWUNG, AYOCIREBON.COM -- Aktivitas pekerja seks perempuan (PSP) tak terbatas Ramadan. Sebagian mereka bukanlah untuk menjawab syahwat, melainkan agar anak-anak mereka beroleh nikmat.

Ramadan menjadi waktu bagi para PSP di Cirebon lebih rapat 'menyembunyikan diri'. Penghormatan atas bulan suci kerap dijadikan tameng untuk menekan laju bisnis esek-esek.

Faktanya, sekalipun di bawah radar pengawasan, aktivitas seks di kalangan PSP terus berlangsung. Permintaan atas jasa para PSP itu sendiri di sisi lain nyatanya tak terhalang embel-embel bulan suci.

"(Ramadan) tetap operasi (kegiatan seksual tetap aktif), cuma waktunya aja saya ganti," ungkap Julia, nama samaran, yang pernah menjadi PSP selama sekitar 15 tahun di Cirebon kepada Ayocirebon.com.

Menghindari razia yang kerap digelar otoritas keamanan, Julia menggeser waktu aktivitasnya pada subuh maupun pagi hari. Hotel menjadi lokasi Julia menjalankan aktivitasnya bersama pria pemesan.

"Diisuknang (dipagikan -- digeser menjadi pagi) karena biasanya kalau malam pas bulan puasa suka ada razia," bebernya.

Julia termasuk salah satu PSP yang tak beralih profesi selama Ramadan. Ia tetap menjalani profesinya dengan kisaran 7-15 pria yang menggunakan jasanya per hari.

"Alhamdulillah, saya enggak pernah paceklik selama bulan puasa," ujarnya.

Di luar waktu Ramadan, pengguna jasa Julia biasanya mencapai 20 pria/hari. Dia meyakinkan, pilihannya berkaitan dengan kehidupan 2 anaknya.

Juli terpaksa menjadi PSP setelah sang suami berselingkuh dan menikah lagi. Perceraian membuat ia kelimpungan mencari cara menghidupi anak-anaknya.

"Anak-anak saya waktu itu masih kecil-kecil, yang satu masih dituntun, yang satu masih nyusu (menyusu). Saya bingung mau ngasih makan apa," tutur Julia yang menikah kali pertama setamat SMP pada usia 17 tahun ini.

Pasca bercerai, ia pun mengenal dunia malam, dunia yang menampakkan sisi lain manusia yang tak terlihat di tempat terang. Minuman beralkohol dan rokok kemudian menjadi perpaduan sempurna yang menemaninya.

Selama berkarir, Julia telah malang melintang di berbagai tempat, mulai tempat hiburan karaoke hingga warung remang-remang. Peraduannya juga beragam, mulai hotel berbintang sampai kamar sepetak yang hanya berisikan kasur lepek bahkan bekas kardus sebagai alas.

"Kalau alasnya kardus, gayanya (gaya bercinta) tertentu aja. Kalau mau gaya macam-macam badan pada sakit," ungkapnya seraya tergelak.

Halaman:

Editor: Ananda Muhammad Firdaus

Tags

Terkini