JAKARTA, AYOCIREBON.COM -- Tiga organisasi internasional yang memiliki perwakilan di Indonesia, antara lain Amnesty Internasional, Transparency Internasional, dan Greenpeace menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal pemberhentian 51 pegawai KPK karena dianggap tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dianggap kontreversial.
“Pemberhentian pegawai KPK atas dasar TWK tidak memiliki dasar hukum dan menyalahi asas-asas pemerintahan yang baik,” kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Danang Widoyoko, mengutip keterangan resmi, Rabu, 16 Juni 2021.
Danang menjelaskan, TWK hanya diatur oleh peraturan internal KPK yaitu Peraturan Komisi (Perkom) No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). Tidak ada undang-undang yang mengatur TWK sebagai prasyarat peralihan status pegawai KPK dari yang semula independen menjadi bagian dari pemerintah (ASN).
Dalam sosialisasi peralihan status, yakni pada tanggal 17 Februari 2021, Ketua KPK Komjen Firli Bahuri serta pimpinan lainnya juga tidak menjelaskan secara terbuka mengenai proses dan substansi TWK serta konsekuensi jika pegawai tidak lolos tes tersebut.
AYO BACA : Teror Nobar KPK End Game, Pemerhati: Demokrasi Indonesia Cuma Semboyan
Berdasarkan informasi yang telah diterima ketiga organisasi, pertanyaan-pertanyaan TWK memasuki masalah-masalah yang sensitif dan bersifat pribadi seperti kepercayaan agama, pandangan politik dan ideologi.
“Proses TWK adalah bentuk diskriminasi yang sistematik dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja, termasuk hak-hak sipil pegawai KPK yang sejatinya dilindungi oleh undang-undang nasional dan hukum internasional,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Usman menyebut lima dasar hukum yang berpotensi dilanggar. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 70/PUU-XVII/2019 terkait uji materi UU No. 19/2019 tentang KPK, yang menegaskan jika pengalihan status ASN “tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.”
Kedua, ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 38 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak-hak pegawai KPK untuk mendapat perlakuan adil serta layak maupun hak atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
AYO BACA : Seputar Film KPK End Game
Ketiga, ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 26 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) — diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005 — mengatur bahwa diskriminasi pekerja atas dasar pemikiran dan keyakinan pribadi melanggar hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan.
Keempat, ketentuan Pasal 2 dan 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) bahkan menjamin hak setiap orang atas kesempatan yang sama untuk dipromosikan, direkrut, dan diberhentikan tanpa adanya diskriminasi dan tanpa pertimbangan apa pun selain senioritas dan kemampuan.
“Kami juga mendesak agar Presiden mendukung investigasi Komnas HAM terhadap proses TWK yang diduga tidak sejalan dengan prinsip HAM dengan memerintahkan pimpinan KPK untuk kooperatif dalam investigasi tersebut,” kata Usman.
Selain melanggar hak-hak para individu yang terkait, pemberhentian 51 pegawai KPK yang dinilai memiliki rekam jejak integritas dedikasi terhadap pemberantasan korupsi juga akan melemahkan KPK sebagai organisasi, apa lagi korupsi terjadi di berbagai sektor dan berdampak pada pemenuhan hak asasi manusia, termasuk hak ekonomi dan sosial rakyat.