JAKARTA, AYOBANDUNG.COM -- Di tengah banyaknya berita duka yang disampaikan melalui media sosial, terutama Whatsapp, sebagian orang mengirimkan stiker ucapan doa sebagai bentuk perhatiannya. Bagaimana hukumnya?
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Dr. H. Fuad Thohari, MA menjelaskan, doa yang dikirim untuk orang yang sudah meninggal bisa sampai dan bermanfaat untuk mayit. Akan tetapi apabila doa-doa tersebut hanya berbentuk stiker atau teks bacaan tanpa diucapkan terlebih dahulu sebelum dibagikan, maka tidak dikatakan sebagai doa dan tidak ada manfaatnya bagi mayit.
"Kalau langsung copas stiker tapi lisan tidak mengucapkan ini tidak bermanfaat. Sebelum di-share dibaca dahulu dalam hati diikuti dengan gerakan lisan," kata Fuad kepada Republika, Rabu, 14 Juli 2021.
Selain itu, sebagai dampak kemudahan teknologi semacam ini, berita menyenangkan yang diterima dalam grup juga langsung direspons dengan berbagai stiker aneka model dan bahasa bertuliskan mubaarok, selamat, dan lainnya.
Lalu, apabila mendengar berita, teman atau anggota grup sakit, langsung dikirim stiker doa atau stiker ucapan yang berakar kata syafaa…(semoga Allah menyembuhkan), yang seringkali penulisan dhomir-nya salah.
AYO BACA : Bagaimana Islam Memandang Penebar Stiker Porno di WhatsApp?
Misalnya mendokan kawan atau saudara laki-laki yang sakit dengan membagikan stiker atau dengan kirim doa berbentuk tulisan, syafaakillah. Sementara kawan perempuan yang sakit, malah dikirim doa atau stiker dengan redaksi syafaakallah.
Nampaknya karena buru-buru atau tidak mengerti, doa dalam stiker yang dikirim tidak dibedakan, apakah yang sakit itu laki-laki atau perempuan.
Penggunaan stiker untuk dhomir mukhatabah, mukhatabah, dhomir ghoib mufrad mudzakkar atau dhomir ghobah mufrad muannats, mestinya menyesuaikan peruntukkannya sesuai kaidah gramatika Arab (ilmu Nahwu).
Tata cara zikir atau berdoa baik doa untuk diri sendiri maupun mendoakan orang lain (masih hidup atau sudah wafat), ketentuannya banyak dijelaskan ulama. Para ulama menjelaskan bahwa zikir dan doa itu tidak cukup dangan hati, tetapi disertai dengan menggerakkan lisannya, hingga (kalau pendengarannya atau situasinya normal) dia mampu mendengarkan doa atau dzikir yang dibaca.
Ini pendapat mayoritas ulama. Tentu ada ulama yang tidak mensyaratkan, misalnya pendapat penulis kitab Khaziinat al Asraar, Jaliilah al Azkaar, karya Syaikh Sayid Muhamad Haqqi al Nazili.
AYO BACA : Hukum Menggunakan Stiker Doa di WhatsApp, Lebih Mudah Tapi Kurangnya Begini
"Saat membaca dianya juga jangan di dalam toilet, tempat sampah, tapi di tempat normal, doa untuk mayit sampaikan dengan ungkapan doa yang baik, baca doa dengan lisan sebelum dikirim baru kemudian di-share untuk kasih support," kata Fuad.
Adapun perihal ini, Fuad menyampaikan berdasarkan referensi dari beberapa keterangan seperti,