AYOCIREBON.COM- Google Doodle 8 November 2021 menampilkan sosok seorang perempuan yang mengenakan Tikuluak, Tingkuluak, Tengkuluk, yakni penutup kepala dalam budaya Minangkabau, Sumatera Barat. Ia adalah seorang jurnalis perempuan Indonesia, Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus.
Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus pernah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 8 November 2019 atau tepat hari ini pada 2 tahun lalu. Momen itulah yang kemudian membuat Roehana Koeddoes menjadi tampilan Google Doodle hari ini.
Tampilan Google Doodle yang menghiasi mesin pencarian Google merupakan apresiasi terhadap perjuangan Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus, perempuan yang lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, pada 20 Desember 1884.
Disarikan ayocirebon.com dari berbagai sumber, Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus merupakan kakak sambung Soetan Sjahrir atau Sutan Syahrir, Perdana Menteri Republik Indonesia pertama. Putri pasangan Rasjad Maharaja Soetan (ayah) dan Kiam (ibu) ini juga dikenal sebagai bibi dari penyair Khairil Anwar.
Nama Ruhana Kuddus sejauh ini memang belum sepopuler RA Kartini. Namun, perjuangan Ruhana Kuddus tak jauh berbeda dengan Kartini yang membangkitkan emansipasi perempuan kala itu, khususnya di Sumatera Barat.
Ruhana Kuddus meyakini, ketiadaan kesempatan belajar di sekolah bagi perempuan Indonesia pada masa kolonialisme merupakan perbuatan sewenang - wenang yang layak ditentang. Karenanya, meski tak beroleh pendidikan formal, semangat belajar Ruhana Kuddus terus menggelora.
Dari bahan bacaan yang dibawakan sang ayah, seorang pegawai Pemerintah Belanda dari kantornya, Ruhana Kuddus belajar membaca dan menulis. Ia bahkan kemudian fasih berbahasa Belanda, mempelajari abjad Arab, Latin, dan Arab Melayu. Di sisi lain, ia pula piawai menjahit, merajut, menyulam, dan oada satu titik, Ruhana Kuddus menggemari topik politik dan sosial.
Di usianya yang ke - 24 tahun, ia menikah dengan seorang notaris, Abdul Kuddus. Ketika itulah, Ruhana Kuddus lantas mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan "Sekolah Kerajinan Amai Setia", pada 11 Februari 1911. Di sekolah ini, perempuan - perempuan Indonesia di Sumatera Barat diajari beragam keterampilan, baca tulis, budi pekerti, agama, bahasa Belanda, hingga ketermpilan mengelola keuangan.
Kiprahnya memajukan perempuan bangsa tidaklah mulus, mengingat ia harus menghadapi pergolakan sosial, salah satunya adat yang berlaku di tanah kelahirannya. Namun begitu, Ruhana Kuddus tidak mundur.

Tak hanya mendidik perempuan bangsa melalui sekolah yang didirikannya, ia bahkan pula menjalin kerja sama dengan pemerintah Belanda untuk mengekspor hasil hasil kerajinan perempuan - perempuan didikannya ke Eropa. Sekolahnya lantas dikenal berbasis industri rumah tangga dan koperasi simpan pinjam serta jual beli, dengan keanggotaan seluruhnya perempuan.
Sepak terjang Ruhana Kuddus bahkan ditulis salah satu surat kabar yang menyebutnya sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat. Namun, Ruhana Kuddus tak hanya menjadi bahan berita sebab ia kemudian menerbitkan surat kabar bernama "Sunting Melayu" pada 10 Juli 1912.
Koran atau surat kabar Sunting Melayu tercatat sebagai surat kabar perempuan pertama di Sumatera Barat. Seluruh awak redaksi Sunting Melayu adalah perempuan.
Selain Sunting Melayu, Ruhana Kuddus juga pernah memimpin surat kabar Perempuan Bergerak, menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa - Melayu di Padang, serta surat kabar Cahaya Sumatra.
Artikel Terkait
Bukan Sekedar Kerling Biduan Tarling
Dokter Pembuat Video TikTok Lecehkan Perempuan Dituntut Cabut Izin Praktik
Kesempatan Ganti Profesi Terbatas, Pekerja Seks Dibayang-bayangi Diskriminasi
Perempuan Haid Baca Alquran, Begini Pandangan Sejumlah Ulama
Ellya Khadam, Sang Boneka dari India, Muncul di Google Doodle Hari ini